Jumat, 23 Agustus 2013

bab 2 part 1


Dua
                Mereka ada di sebuah pusat perbelanjaan terkenal. Ini merupakan kali pertama Hana pergi bersama seorang laki-laki. Ia tak mengerti perasaannya kini. Senang, benci, bahagia, jengkel atau apalah itu. Semua campur aduk bagaikan rujak buah dengan berbagai macam buah, berbagai macam rasa. Dia hanya dapat tertunduk malu ketika berjalan berdampingan dengan Ben.
                Berbeda dengan Ben, ia mengangkat dagunya dengan bangga –seperti biasa. Sesekali ia membereskan rambutnya yang sedikit berantakan karena naik motor tadi. Terkadang juga ia melirik ke arah Hana, yang hanya dibalas dengan sunggingan senyum kaku.
                “Cobalah tersenyum sedikit” komentar Ben.
                Menatapnya dengan malas, Hana berkata, “Sebenarnya apa maumu?”
                Ben berhenti berjalan dan diam terpaku.
                “Mauku…..” Ben mendaratkan kecupan manis di kening Hana. Lalu tersenyum.
                Hana terpatung. Ia membelalakkan mata ketika –sesuatu- itu mendarat. Ia benar-benar diluar kendalinya. Hana membuka mulutnya tak percaya. Namun Ben hanya tersenyum manis tanpa kesalahan.
                “Kau…..” Hana membuat kepalan dari tangannya dan mendaratkannya tepat di pelipis Ben.
                “Adduh!” Ben meringis kesakitan.
                “Kenapa?”
                “Kenapa katamu? Harusnya aku yang bertanya kenapa?”
                Hana semakin bingung dibuatnya. Ben masih tersenyum manis.
                “Kenapa? Itu kecupan pertamamu?” ucap Ben.
                Hana melangkah gontai meninggalkan Ben. Ben langsung mengekor dibelakangnya.  Senyuman licik mulai terpatri di wajahnya. Berhasil!!

                Jam makan malam tiba. Mereka ada di sebuah restoran, duduk saling berhadapan. Suasana romantis tak dapat terpungkiri. Sebuah lilin aromaterapi yang terbakar secara berkala ada diantara mereka. Ben memandangi Hana dengan  tatapan pernuh arti. Hana hanya dapat menundukkan kepalanya. Terkadang ia mamalingkan wajah.
                Hana tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia masih memikirkan apa yang dilakukan Ben di depan sebuah distro remaja tadi. Memang benar, itu adalah kecupan pertamanya –kecuali dari orang tuanya. Sesuatu yang tak terfikirkan olehnya. Sesuatu yang mustahil baginya.Sesuatu pertama yang membuat ia salah tingkah. Dan itu ia dapat dari orang yang sama sekali tidak dekat dengannya.
                Ben –masih- memandangnya. Ia melambaikan tangannya didepan wajah Hana. Ia terheran-heran dengan ekspresi seseorang dihadapannya. Ben bangkit dari kursinya dan mencondongkan tubuhnya kedepan. Wajahnya hanya berjarak beberapa sentimeter dengan wajah Hana.  “Cepat keluar dari duniamu” Ben sedikit mendesah.
                Hana masih belum sadar dari lamunannya.
                “Atau aku akan….”
                Hana langsung tersadar dari lamunannya. “Apa tadi?”
                Ben menyunggingkan senyum liciknya. “Tak jadi”.
                Hana merasa penasaran “Cepat katakan atau aku tak ingin menemanimu lagi” dengan nada mengancam.
                “Atau aku akan…..” Ben masih menggodanya.
                Karena pertanyaannya tak kunjung dijawab, Hana langsung berdiri dan meninggalkan tempat makan itu. Ia berjalan dengan rambut sebahunya yang terkibas. Ben berlari mengejarnya.
                “Biar ku antar”.
                Hana berhenti.
                “Sudah seharusnya” Hana membuang muka. Ia tetap memandang lurus ke hadapannya.
                “Tunggu sebentar, aku pergi ke tempat parkir dulu” kata Ben.
                Hana meliriknya dan mengangguk. Ben pergi meninggalkannya.
                Ia melirik sekitarnya dan menemukan orang yang ada di restoran bersamanya tadi. Hana menatapnya curiga kemudian berpaling. Semua baik-baik saja, Hana berusaha untuk berpikir positif.
                Tak lama, Ben datang dengan motornya. Ia membuka sedikit kaca helmnya. “Ayo!” ajak Ben. Ia mengambil helm untuk Hana dan memberikannya dan melirik ke tempat dibelakangnya. Hana melakukannya.
               
                Kini mereka sudah sampai didepan gerbang asrama Hana. Hana turun dengan cepat. Ben hanya menatapnya.
                Handphone Ben birdering, ia melihat nama yang tertera di layar. Lantas ia menjawabnya. Ben hanya menganggukkan kepalanya dan menutup teleponnya kembali. Hana memandangnya bingung.
                Sadar diperhatikan, Ben langsung tersenyum. “Mama ingin aku untuk pulang ke rumah malam ini, bukan ke dorm”
                “Aah..” Hana mengangguk kecil.
                “Maaf tak bisa mengantarmu kedalam” Ben seolah-olah memasang tampang menyesal.
                Isi perut Hana seolah-olah ingin keluar melihat wajah orang diatas motor itu. “Hentikan tampang bodohmu itu” sambil mejulurkan lidahnya tanda jijik.
                Ben mesem tak karuan. “Aku pulang dulu, jangan kangen ya” sambil memasang helmnya kembali. Tak lama kemudian ia telah menghilang di kegelapan malam.
                Hana tertunduk sejenak. Ia berbalik dan menatap pintu gerbang asramanya kini. Hana berjalan sedikit dan menemukan bahwa pintunya sudah terkunci. Ben sialan! Ia mengumpat.
                Di perjalanan pulang tadi, ia diajak berkeliling oleh Ben. Entah kemana Ben membawanya. Sudah sedari tadi ia merengek pulang. Namun Ben tetap kokoh pada pendiriannya. Ben berpendapat bahwa Hana butuh refreshing karena rutinitasnya yang sangat padat. Namun di sisi Hana, Ben merupakan orang yang sok tahu tentang kehidupan pribadinya.
                Namun setelah dipikir berulang kali, memang benar apa yang dipikirkan Ben. Memang selama ini itulah kehidupannya. Tak sempat bersenang-senang dengan teman sebayanya. Yang hanya ada dipikirannya hanyalah belajar belajar dan belajar. Itu semua karena keadaan keluarganya. Jika bukan karena beasiswa, ia tak akan pernah berada di sekolah elit ini. Hana berdiri mematung didepan gerbang asramanya selama pikiran itu mengelilingi otaknya. Ia menggeleng segera.
                “Untuk apa aku memikirkannya. Tak guna. Aku hanya akan hadapi yang terjadi dimasa ini dan masa depan. Tak perlu memikirkan masa lalu. Ya” Hana bergumam pada dirinya sendiri.

Kamis, 22 Agustus 2013

bab 1 part 2


“Jangan terlalu sering melamun, nanti ada yang suka!” suara tak asing terdengar di telinga Hana. Iyah sudah duduk manis dengan membawa dua porsi makanan cepat saji sambil memasang senyum andalannya. “Makan ini, sekaligus permintaan maafku karena membuatmu telat hari ini” sembari menyodorkan satu porsi makanan ke hadapan Hana dan mengedipkan matanya melakukan pose imutnya.
                Dengan memalingkan wajah “Dasar kau ini! Bisa saja merayu orang lain, itulah kehebatanmu”. Hana kembali menatap temannya miris karena terus-terusan memasang wajah konyolnya itu. “Baik, kali ini aku maafkan. Tapi tidak untuk yang lainnya” mulai mengambil makanan tersebut dan memasukkannya ke dalam mulut mungilnya.
####
Dengan bangganya –seperti biasa- Ben berjalan di koridor yang juga dipenuhi oleh puluhan pasang mata gadis-gadis yang tak berhenti memandangnya dengan penuh rasa antusias. Terdengar suara bisikkan-bisikkan kekaguman mereka dari balik punggungnya. Dengan tas yang ia gendong, ia menyusuri jalanan itu dengan senyum ala model-model dan berhenti di depan kelas Bahasa. Ben menghilangkan tampangnya yang mengangumkan tadi dan menggantinya dengan wajah malas. Membosankan! Ia membuka pintu dan berfikir sejenak. Menatap seorang gadis yang sedang duduk di ujung kelas, ia menyipitkan matanya dan tersenyum penuh kemenangan. Aku tahu.
Ia berjalan kedalam kelas dan mengambil jalan menuju ujung kelas itu. Mengincar tempat kosong dibelakang ‘gadis misterius’ itu. Dan “Hai~” kata itu tiba-tiba keluar dengan mulus dari mulutnya. Disusul dengan lambaian tangan kecil yang membuat sang gadis memasang wajah heran.
“Kenapa?” tanya si gadis sambil meliriknya.
“Harusnya jawab, bukan tanya”
Ia merubah ekspresi wajahnya dengan senyum sinisnya dan menatap Ben. “Oke, hai!”
Ben sedikit terkaget dengan suara –yang sedikit nyaring- yang ia dengar dari sang gadis. “Tinggi sekali suaramu itu, Hana”
Namun apalah daya, seorang wanita dengan perawakan gemuk memasuki kelas. Dengan terpaksa –padahal belum ingin mengakhiri perdebatanya- Ben duduk tepat di belakang gadis itu.
Dengan ogah-ogahan, ia memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung. ia melirik sekitar dengan pandangan malas dan menghembuskan nafas bosannya. Sebersit ide untuk membuat harinya lebih asik muncul difikarannya. Diambilnya sebuah buku tulis dari dalam tasnya dan merobek selembar kertas yang ada di halaman paling terakhir. Ia menulis dengan tangan kirinya –karena kidal. Dengan diiringi senyum jailnya –bukan senyum modelnya- Ben menepuk pundak Hana pelan yang disusul dengan lenggokan leher Hana malas.
Ben  memberikan kertas yang sudah ia tulis dan dilipatnya itu kepada Hana. Ia kemudian membentuk symbol ‘oke’ dengan ibu jari dan telunjuknya sambil memicingkan sebelah matanya dan senyum lebarnya.
Hana terheran.
“Tak usah banyak bertanya dan lakukan saja”. Ben kembali mendengar penjelasan Bu Trisno yang –sedari tadi tak didengarnya. Welcome my world game, hati Ben bersorak ria. Tak disadari, sedari tadi sepasang mata selalu mengawasi apa yang mereka lakukan.
####
                Semilir angin di kala terik menemaninya di waktu duduk di kursi taman dekat sekolah. Ia juga masih bingung sobekan kertas yang diberikan Ben tadi. Ia masih menggenggamnya dan kini memandangnya. Sudah berulang kali ia membacanya, namun tak ada yang salah dengan tulisan itu. ‘Jam 2 di taman seberang sekolah’. Hana memandang langit sejenak dan menundukkan kepalanya.
                Kini ia melihat seorang pria dengan setelan caasualnya, sedang berjalan ke arahnya. Hana mengenalnya. Ben menyunggingkan senyum pada Hana yang disambut dengan picingan mata.
                “Untuk apa mengajakku datang kesini? Memalukan!”
                “Sudah ikuti saja kataku, kau akan mengetahuinya nanti”
                “Jangan berbuat macam-macam! Ini peringatan pertama dariku” Hana mengacungkan kepalan tangannya.
                “Oke”
                Ben menarik pergelangan tangan Hana secara rusuh. Hana merasa sedikit kaget dengan memelototkan matanya pada Ben. Namun Ben hanya memandangnya sambil nyengir lebar dan menggeretnya menuju motor.
                “cepat pakai ini!” melemparkan helm kepada Hana.
                Dengan ogah-ogahan, Hana memakainya. Ben mulai duduk diatas motornya lalu menyalakan mesin. Hana masih mematung.
                “Cepat naik, duduk disini” Ben melirik tempat dibelakangnya.
                Hana hanya menghembuskan nafas sesaat dan naik ke tempat yang ditunjukkan Ben tadi. Ia membenarkan posisi duduknya dan sesaat kemudian Ben sudah melaju secara tiba-tiba. Sontak Hana terkejut dan langsung memegang pinggang Ben. Mereka tak tahu apa yang ada dibelakangnya.

Kamis, 18 Juli 2013

Just Truly Romance


Satu

Dia berlari di koridor itu dengan terburu-buru bagaikan dikejar waktu. Rambutnya terkibas karena kecepatan larinya. Keringatnya mengucur meskipun udara masih sejuk. Dan ‘Buk’ tubuh mungilnya menabrak sesuatu berwarna putih. Buku pelajarannya jatuh berserakan di lantai. “Silahkan masuk” suara serak seorang guru bergema. Gadis itu segera  memungut barang bawaannya dan membuka pintu tersebut dengan nafas yang terputus-putus. Suara tawa pecah sesaat ketika pintu terbuka.
                “Mengapa Hana?” Mr. Derry sang guru Biologi bertanya dengan memasang tampang bingung mengerutkan dahi.
                “Maaf, pak” jawab sang Gadis masih dengan suara yang sedikit tercekat karena larinya tadi.
                “Tidur bareng buku apa malam ini?” teriak salah seorang siswa dari belakang kelas yang kemudian disusul gelak tawa lagi.
Si gadis hanya dapat tertunduk sambil menahan amarahnya. Guru itu langsung memberikan kode berupa anggukan kepala yang langsung dimengerti oleh si gadis. Ia berjalan melewati orang-orang –yang boleh dibilang asing baginya- dengan mulut yang berkomat-kamit mengucapkat umpatan-umpatan dalam hati. Buku yang sedari tadi ia dekap langsung ia jatuhkan keatas mejanya yang menimbulkan suara yang sedikit mengagetkan beberapa orang disekitarnya, kemudian ia langsung duduk masih dengan wajah yang sedikit ditekuk.
Gadis disebelahnya yang memasang wajah aneh kini. Ai namanya. “Kenapa kau telat?” sambil menatap temannya itu.
                Sang gadis hanya menggeram sambil mengepalkan tangannya yang ada diatas meja. Ini karena Iyah yang telat bangun, jadilah aku telat karena menunggunya. Kalau saja aku berangkat duluan tadi, pasti tak akan seperti ini, hatinya berkata. “Tak apa, mungkin aku tidur terlalu malam jadi sedikit telat” ia berusaha berbohong.
                “Tak seperti biasanya. Kau tak pernah begitu sebelumnya, kau bahkan tak pernah telat masuk kelas. Ada apa sebenarnya?” Ai masih terus mengintrogasinya dengan tampang kebingungan. Sedikit menoleh pada orang di sebelahnya. Sedikit memiringkan kepala.
                Si gadis tak menghiraukannya dan langsung fokus pada materi pembelajaran yang berlangsung. Ia memang gadis yang tak pernah mau tertinggal satu menit saja waktu belajar dalam kelas. Hanayumi Lestari namanya. Ia gadis keturunan Indonesia Jepang, namun ia sudah lama tinggal di Negeri Seribu Pulau ini.
Memang sudah sifat dasarnya yang sedikit angkuh ditambah dengan -boleh dibilang tidak seperti orang Indonesia atau Jepang kebanyakan- parasnya yang tak ramah, hanya beberapa siswa di kelasnya yang mengenal dia. Meski begitu, wajahnya boleh dibilang di atas wajah orang asia kebanyakan. Bola mata hitam bulat, hidung bangir ditambah kulit kuning langsat. Rambutnya lurus sebahu.
Banyak juga yang  men-cap-nya sebagai gadis misterius. Karena sangat pendiam –kecuali jika bertanya pada guru- di dalam kelas. Namun mereka semua tak tahu sifat aslinya. Hana seorang gadis periang yang tak kenal lelah berbicara jika sudah dekat dengan seseorang.

                Bel pergantian pelajaran berbunyi. Seluruh siswa memberi salam dan langsung keluar menuju kelas selanjutnya. Hana keluar bersama Ai dari kelas Biologi dengan tampang –yang masih- lesu karena kejadian tadi.
                “Kamu benar-benar tak apa?” Ai masih penasaran akan temannya itu.
                Hana menaikkan sudut bibirnya dan mengangguk kecil yang menurutnya cukup untuk menjawab semua pertanyaan Ai yang meyerangnya sedari tadi. Melihat jam tangan yang ia kenakan di pergelangan tangan kirinya secara terbalik “Sudah saatnya masuk kelas Bahasa. Aku pergi dulu, Ai. Sampai jumpa” sembari melambaikan tangannya dan ia langsung berlari dan menghilang tanpa jejak.
                Ai hanya menggeleng pelan ketika Hana sudah tak terlihat lagi.
                ###
Karena keterlambatannya pagi tadi, Hana tak sempat sarapan pagi. Padahal ia tahu bahwa hari-harinya itu sangat sibuk, bahkan pekerja kantoran pun kalah sibuknya dengan dia. Namun apalah daya, karena sudah tak ada waktu, ia langsung berlari menuju kelas Bahasa yang letaknya ada di seberang gedung untuk kelas sebelumnya. Butuh tenaga yang besar untuk melakukannya. Dengan menghela nafas yang panjang dan kemudian dengan kecepatan cahaya, ia berlari menuju tempat tujuannya dengan menahan cacing-cacing yang sedang berorkestra dalam perutnya. Bukunya terombang ambing dalam dekapannya berlari.
               
Sesampainya di kelas Bahasa, ia langsung menuju kursi kosong –yang juga merupakan tempat favoritnya- di ujung kiri depan kelas. Ia menaruh segala bawaannya dan duduk dengan santai. Tak lama berselang, datanglah seorang laki-laki dengan tubuh tinggi ditambah dengan poninya yang dapat membuat gadis-gadis menjerit melihatnya. Itulah Ben, Bernard Scithman. Entah ada angin lalu apa, ia langsung menatap –dengan tatapan kepercayaan- kursi dibelakang Hana dan tersenyum ketika melewatinya. “Hai~” kata sapaan sederhana yang langsung membuat Hana memalingkan wajahnya.
                “Kenapa?” Hana mendongak menatap enggan lelaki disampingnya.
                “Sombong sekali kau ini! Bukannya membalas, malah bertanya” Ben seolah-olah memasang wajah menyedihkan.
                Hana mendecak. Pandangan tajamnya hanya tertuju pada Ben.  “Oke, hai!!” Hana menjawab dengan nada yang sedikit dinaikkan.
                Mrs. Crist masuk kedalam kelas yang membuat perdebatan kecil itu berhenti. Seluruh siswa mulai memperhatikan materi yang disampaikan. Iyah –teman satu kamar Hana di asrama- masuk dengan wajah yang dilumuri keringat. “Maaf bu, saya terlambat” sambil memegang lututnya lemas.
                Mrs. Crist menjawab “Sudah cepat masuk. Kamu ini seperti yang tak biasa saja”. Disusul tudingan Mrs. Crist menuju kursi kosong dipojokan kelas.
                ###
“Jus alpukat satu!”
                Sudah rutinitas Hana duduk di kantin pada jam istirahat hanya dengan ditemani buku-buku dan sebuah MP3 yang selalu setia bertengger di telinganya. Ia masih memikirkan tentang sapaan dari Ben di kelas tadi. Serumit rumus-rumus kimia, tetap tak dapat ditemukan hasilnya. Ia kebingungan stadium dua. Tak biasanya ia disapa oleh laki-laki semacam Ben, bahkan tak pernah. Itu adalah sapaan pertama dalam sejarah sekelas bersama Ben. Ada apa dibalik kejadin tadi?, hatinya meramal.