“Jangan terlalu sering melamun, nanti
ada yang suka!” suara tak asing terdengar di telinga Hana. Iyah sudah duduk
manis dengan membawa dua porsi makanan cepat saji sambil memasang senyum
andalannya. “Makan ini, sekaligus permintaan maafku karena membuatmu telat hari
ini” sembari menyodorkan satu porsi makanan ke hadapan Hana dan mengedipkan
matanya melakukan pose imutnya.
Dengan
memalingkan wajah “Dasar kau ini! Bisa saja merayu orang lain, itulah
kehebatanmu”. Hana kembali menatap temannya miris karena terus-terusan memasang
wajah konyolnya itu. “Baik, kali ini aku maafkan. Tapi tidak untuk yang lainnya”
mulai mengambil makanan tersebut dan memasukkannya ke dalam mulut mungilnya.
####
Dengan bangganya
–seperti biasa- Ben berjalan di koridor yang juga dipenuhi oleh puluhan pasang
mata gadis-gadis yang tak berhenti memandangnya dengan penuh rasa antusias. Terdengar
suara bisikkan-bisikkan kekaguman mereka dari balik punggungnya. Dengan tas
yang ia gendong, ia menyusuri jalanan itu dengan senyum ala model-model dan
berhenti di depan kelas Bahasa. Ben menghilangkan tampangnya yang mengangumkan
tadi dan menggantinya dengan wajah malas. Membosankan!
Ia membuka pintu dan berfikir sejenak. Menatap seorang gadis yang sedang
duduk di ujung kelas, ia menyipitkan matanya dan tersenyum penuh kemenangan. Aku tahu.
Ia berjalan
kedalam kelas dan mengambil jalan menuju ujung kelas itu. Mengincar tempat
kosong dibelakang ‘gadis misterius’ itu. Dan “Hai~” kata itu tiba-tiba keluar
dengan mulus dari mulutnya. Disusul dengan lambaian tangan kecil yang membuat
sang gadis memasang wajah heran.
“Kenapa?” tanya
si gadis sambil meliriknya.
“Harusnya jawab,
bukan tanya”
Ia merubah
ekspresi wajahnya dengan senyum sinisnya dan menatap Ben. “Oke, hai!”
Ben sedikit
terkaget dengan suara –yang sedikit nyaring- yang ia dengar dari sang gadis. “Tinggi
sekali suaramu itu, Hana”
Namun apalah
daya, seorang wanita dengan perawakan gemuk memasuki kelas. Dengan terpaksa
–padahal belum ingin mengakhiri perdebatanya- Ben duduk tepat di belakang gadis
itu.
Dengan
ogah-ogahan, ia memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung. ia melirik
sekitar dengan pandangan malas dan menghembuskan nafas bosannya. Sebersit ide
untuk membuat harinya lebih asik muncul difikarannya. Diambilnya sebuah buku
tulis dari dalam tasnya dan merobek selembar kertas yang ada di halaman paling
terakhir. Ia menulis dengan tangan kirinya –karena kidal. Dengan diiringi
senyum jailnya –bukan senyum modelnya- Ben menepuk pundak Hana pelan yang
disusul dengan lenggokan leher Hana malas.
Ben memberikan kertas yang sudah ia tulis dan dilipatnya
itu kepada Hana. Ia kemudian membentuk symbol ‘oke’ dengan ibu jari dan
telunjuknya sambil memicingkan sebelah matanya dan senyum lebarnya.
Hana terheran.
“Tak usah banyak
bertanya dan lakukan saja”. Ben kembali mendengar penjelasan Bu Trisno yang
–sedari tadi tak didengarnya. Welcome my
world game, hati Ben bersorak ria. Tak disadari, sedari tadi sepasang mata
selalu mengawasi apa yang mereka lakukan.
####
Semilir
angin di kala terik menemaninya di waktu duduk di kursi taman dekat sekolah. Ia
juga masih bingung sobekan kertas yang diberikan Ben tadi. Ia masih
menggenggamnya dan kini memandangnya. Sudah berulang kali ia membacanya, namun
tak ada yang salah dengan tulisan itu. ‘Jam 2 di taman seberang sekolah’. Hana
memandang langit sejenak dan menundukkan kepalanya.
Kini
ia melihat seorang pria dengan setelan caasualnya, sedang berjalan ke arahnya.
Hana mengenalnya. Ben menyunggingkan senyum pada Hana yang disambut dengan
picingan mata.
“Untuk
apa mengajakku datang kesini? Memalukan!”
“Sudah
ikuti saja kataku, kau akan mengetahuinya nanti”
“Jangan
berbuat macam-macam! Ini peringatan pertama dariku” Hana mengacungkan kepalan
tangannya.
“Oke”
Ben
menarik pergelangan tangan Hana secara rusuh. Hana merasa sedikit kaget dengan
memelototkan matanya pada Ben. Namun Ben hanya memandangnya sambil nyengir
lebar dan menggeretnya menuju motor.
“cepat
pakai ini!” melemparkan helm kepada Hana.
Dengan
ogah-ogahan, Hana memakainya. Ben mulai duduk diatas motornya lalu menyalakan
mesin. Hana masih mematung.
“Cepat
naik, duduk disini” Ben melirik tempat dibelakangnya.
Hana
hanya menghembuskan nafas sesaat dan naik ke tempat yang ditunjukkan Ben tadi.
Ia membenarkan posisi duduknya dan sesaat kemudian Ben sudah melaju secara
tiba-tiba. Sontak Hana terkejut dan langsung memegang pinggang Ben. Mereka tak
tahu apa yang ada dibelakangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar